Khilafah wa DULLAH wa Busyara RASULULLAH

Prophethood (meaning Muhammad (SAW) himself) will remain with you for as long as Allah wills it to remain, then Allah will raise it up whenever he wills to raise it up. Afterwards, there will be a Caliphate that follows the guidance of Prophethood remaining with you for as long as Allah wills it to remain. Then, He will raise it up whenever He wills to raise it up. Afterwards, there will be a reign of violently oppressive [The reign of Muslim kings who are partially unjust] rule and it will remain with you for as long as Allah wills it to remain. Then, there will be a reign of tyrannical rule and it will remain for as long as Allah wills it to remain. Then, Allah will raise it up whenever He wills to raise it up. Then, there will be a Caliphate that follows the guidance of Prophethood.

تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثَمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكاً عَاضًّا فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكاً جَبْرِيًّا فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. ثُمَّ سَكَتَ

Akan ada masa kenabian pada kalian selama yg Allah kehendaki Allah mengangkat atau menghilangkan kalau Allah menghendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj nubuwwah selama Allah kehendaki kemudian Allah mengangkat jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yg sangat kuat selama yg Allah kehendaki kemudian Allah mengangkat bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan selama yg Allah kehendaki kemudian Allah mengangkat bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah.“ Kemudian beliau diam.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selamat Datang di Web Site kami

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

HTI Channel live streaming

Watch live streaming video from htichannel at livestream.com

Jumat, 18 Maret 2011

Bahasa Media: Sebuah Permainan

Realistis
Terry Jones urung membakar Alquran di saat orang-orang memperingati 9 tahun tragedi WTC. Namun, tak ada Terry Jones, muncul Terry lain yang kemudian merobek halaman dari Alquran. Paling tidak, itulah yang dikatakan oleh media. Sepertinya, setelah media 'bersabda', semua hal bisa berubah 180 derajat. Apa sih kekuatan dari media, sampai-sampai, hal-hal yang oleh sebagian besar orang dianggap sepele menjadi hal yang begitu besar? Teorinya, media massa merupakan alat pemuas kebutuhan manusia akan rasa ingin tahu (dalam bentuk informasi), mengenai apa-apa saja yang terjadi di luar sana. Dari sini, media massa dianggap pula berperan sebagai alat untuk mengubah masyarakat tidak beradab menjadi yang beradab (walaupun kebanyakan yang diberitakan oleh media adalah hal-hal yang tidak beradab sama sekali). 
Saat ini boom berulah lagi, Markas Jaringan Islam Liberal diberi kado bom pada selasa (15/3).  Paket itu ditujukan pada Ulil Abshar dan dialamatkan ke kantor berita KBR 68H.  Ada apa kado untuk Ulil alamatnya kantor berita KBR 68H? Memang sungguh aneh media ini, dan apakah mereka benar-benar media amandemen?
Beberapa jam pasca insiden bom Ulil-JIL yang dikemas dalam paket buku "Mereka Harus Dibunuh karena Dosa-dosanya terhadap Kaum Muslimin," Selasa (15/3/2011), pengamat intelijen langsung mengeluarkan statemen di media bahwa Abdullah Sonata ada di balik bom yang meledak di markas Jaringan Islam Liberal (JIL) Utan Kayu itu.   Tanpa crosscheck dan data-data yang valid, pengamat intelijen dan terorisme Dino Cresbon menduga bom di Utan Kayu didalangi anak buah Abdullah Sonata. Ia menuding kelompok Sonata pernah mengancam akan membunuh Ulil Abshar Abdalla pada 2004. “Dari jejaknya ini kelompok Abdullah Sonata,” kata Dino sebagaimana dikutip tempointeraktif.com, Selasa 15 Maret 2011.

Itulah media, yang tetap pro kepada kapitalis/sekuler agar tayangan-tayangan mereka tetap laku dipasaran tentu dengan menghalalkan segala cara.  Demi meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Namun, media tidak berarti apabila tidak ada sarana lain untuk mengekspresikannya. Bahasa! Dengan bahasa, media menjadi alat yang sempurna untuk melakukan perubahan (boleh berarti: guncangan, kehebohan, kan). Dengan bahasa, realitas dapat diperlintir (aduh, istilahnya). 


Menurut Bahasa
Menurut Wittgenstein, bahasa itu selalu memiliki konteks, penggunaannya selalu berubah. Tanpa konteks, bahasa tidak memiliki arti (tidak ada realitasnya). Bahasa baku berbeda dengan bahasa pasaran. Bahasa baku umumnya digunakan untuk lingkungan yang formal, sedangkan bahasa pasaran (bahasa gaul) merupakan bahasa percakapan sehari-hari. Keduanya eksis sebagai alat komunikasi dalam masyarakat. Walaupun demikian, makna suatu bahasa baku bisa bertolakbelakang dengan bahasa pasaran, walaupun bentuk katanya sama.

Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa selalu memiliki konteks agar memiliki sebuah makna. 

Terkait dengan media, bahasa sudah lama dijadikan sebagai alat untuk melakukan perubahan (baca: agitasi). Agitasi ini terjadi karena bahasa dibawa oleh media ke dalam konteks yang bukan konteksnya, bukan lingkungannya. Alhasil, makna bahasa tersebut mudah terpelintir. Tidak salah, kalau media banyak dianggap, selain alat kontrol sosial, juga sebagai alat pelintir sosial. Lihat saja bahasanya, Alquran dirobek, Alquran akan dibakar, sangat agitatif. Padahal, belum tentu itu benar-benar terjadi dan belum tentu itu benar-benar Alquran. Tulisannya saja Koran, yang tentunya berbeda dengan Alquran yang digunakan di sini. Alquran dirobek itu pun sebenarnya berbahasa Inggris dan merupakan sebuah terjemahan. Artinya, bukan aseli Alquran itu sendiri dan tidak dapat disamakan kedudukannya. Jadi, mengapa begitu besar reaksinya, karena media menyodorkan realitas seolah-olah yang menjadi obyek itu adalah Alquran yang sebenarnya. Dalam hal ini, konteks negara pun memberikan makna yang berbeda pula. Di AS, negara yang tidak mempidanakan kebebasan berekspresi (masih limitatif juga, paling tidak, tidak di tempat umum), sebuah pembakaran atau perobekan barang milik pribadi dapat dianggap sebagai  hak mengekspresikan ketidaksetujuan mereka. Sementara, di sini, konteksnya sangat berbeda. Membakar berarti menghina dan menghina masih dipidanakan di sini. 

Bahasa merupakan sebuah permainan. Ada aturannya, ada konteksnya. Bila keluar dari aturan dan konteksnya, bahasa bisa berubah menjadi sebuah mesin pelintir.  

Khatimah

Jadi, kaum Muslim harus yakin dan percaya bahwa apapun yang diberitakan pada media  saat ini adalah hanya sebuah permainan, apalagi persoalan propaganda imperialis dan antek-anteknya.  Tentu, media akan mengikuti siapa yang ada dibelakang mereka agar media mereka tetap eksis.  Walaupun, Islam dan kaum Muslim menjadi korbannya.  Seperti kasus ust. Abu Bakar Ba'asyir.  Sehingga kita jangan turut terlena apa yang diberitakan/diopinikan oleh media yang senantiasa mengikuti siapa yang ada dibelakang mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Komentarnya

Jam Digital

Kalender Hijriyah